Disfungsi ereksi atau impotensi adalah ketidakmampuan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi dalam mencapai kepuasan seksual. Disfungsi ereksi berbeda dari kondisi atau keadaan lain yang berhubungan dengan gangguan seksual pada pria, seperti kurangnya hasrat seksual (penurunan libido) dan gangguan pada ejakulasi dan orgasme. Tingkat keparahan disfungsi ereksi sangat bervariasi, dari pasien yang dapat mencapai dan mempertahankan ereksi namun sangat singkat sampai tingkat dimana seseorang tidak mampu mencapai ereksi sama sekali.
Disfungsi ereksi dapat mengenai pria berbagai macam usia. Namun umumnya mengenai kelompok usia tua. Menurut penelitian dari Massachusetts, disfungsi ereksi meningkat dari 5% pada pria di kelompok usia 40 tahun hingga 15% pada pria di kelompok usia 70 tahun keatas. Penelitian di Belanda menemukan bahwa disfungsi ereksi pada berbagai macam tingkat keparahan terjadi pada 20% pria usia 50-54 tahun, dan 50% pria usia 70 tahun. Penelitian lainnya mengungkapkan kira-kira 35% pria usia 40-70 tahun menderita disfungsi ereksi dengan tingkat keparahan moderate dan severe, dan 15% dengan tingkat keparahan mild.
Faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya disfungsi ereksi adalah: usia tua, penyakit jantung, hipertensi, kencing manis (diabetes mellitus), kerusakan saraf, tingkat kolesterol yang tinggi dalam darah, perokok, penyalahgunaan beberapa substansi (mariyuana, heroin, kokain, alkohol), tingkat hormon testosterone yang rendah, obat-obatan dengan efek samping disfungsi ereksi (obat anti-hipertensi, anti depresi, antihistamine), stress, depresi atau tingkat kecemasan yang tinggi.
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan disfungsi ereksi dapat mengungkapkan apakah penyebabnya karena kelainan fisik atau bukan. Bila penis tidak memberikan respons pada tes perabaan maka kemungkinan penyebabnya adalah kelainan pada sistem saraf. Bila pada pemeriksaan didapatkan testis dengan ukuran kecil dengan buah dada yang membesar (gynaecomastia) maka kemungkinan penyebabnya adalah permasalahan hormon. Kelainan bentuk pada penis seperti penis yang membengkok dan nyeri saat ereksi juga dapat merupakan penyebab disfungsi ereksi nantinya.
Beberapa pemeriksaan untuk mengevaluasi disfungsi ereksi adalah: pemeriksaan darah dan urin lengkap, kolesterol darah, gula darah, fungsi hati, fungsi ginjal, testosterone, hormon-hormon lainnya seperti LH, prolaktin, dan kortisol. Pemeriksaan ultrasound (USG) penis dan testis dilakukan untuk mengetahui ukuran dan struktur testis.
Tes menggunakan injeksi zat prostaglandin terkadang dilakukan untuk mengetahui aliran darah penis. Prostaglandin diinjeksi secara langsung ke salah satu bagian penis. Hal ini akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah sehingga darah akan mengalir ke penis dan ereksi akan terjadi. Apabila terjadi ereksi maka dapat dipastikan aliran darah ke penis normal. Hasil ini akan memberikan informasi mengenai pilihan pengobatan yang akan diberikan nantinya.
Pemantauan ereksi yang terjadi saat tidur (nocturnal penile tumescence) dapat membantu membedakan apakah disfungsi ereksi yang terjadi dikarenakan faktor fisik atau psikis. Pemeriksaan ini biasanya menggunakan selotip khusus yang dilingkarkan ke penis saat malam sebelum tidur. Pemeriksaan ini dapat memberikan informasi mengenai intensitas dan durasi ereksi yang terjadi. Apabila ereksi nokturnal tidak terjadi maka hampir dapat dipastikan bahwa penyebab disfungsi ereksi adalah faktor kelainan fisik.
Stimulasi vibrasi dapat digunakan untuk mengetahui fungsi saraf penis. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara meletakkan suatu elektroda pada batang penis lalu dilakukan vibrasi bertingkat hingga pasien merasakan sensasi ereksi. Pemeriksaan ini adalah suatu metode skrining untuk mengetahui kelainan saraf sensorik sebagai salah satu penyebab disfungsi ereksi.
Pemeriksaan psikososial menggunakan teknik wawancara dan kuesioner juga dapat memberikan informasi psikologis pasien. Partner seksual pasien juga sebaiknya diwawancarai untuk menentukan ekspekstasi dan persepsi pasien dan partner seksualnya saat bersenggama.
Beberapa saran dan pengobatan yang biasanya diberikan oleh dokter pada pasien dengan disfungsi ereksi sesuai dengan tingkat keparahannya adalah: memperbaiki pola dan gaya hidup (seperti berhenti merokok dan lebih banyak berolahraga), psikoterapi, mengkonsumsi obat (seperti sildenafil, verdenafil, atau tadalafil), menyuntikkan obat ke dalam penis (intracavernosal injection), memberikan alat vakum pada penis, dan yang terakhir adalah dengan penile prosthesis (implan yang ditanam pada penis sehingga pasien dapat mengatur ereksi).
Like This..?? Share This Article..........
0 komentar:
Posting Komentar