Popular Post

Home » » Kemiskinan dalam Sudut Pandang Komunisme

Kemiskinan dalam Sudut Pandang Komunisme

Written By Bodhonk on Rabu, 24 April 2013 | 10.22



Pernyataan kontroversial yang disampaikan oknum Ketua DPRRI berinisial 'MA' dalam sebuah seminar yang diselenggarakan oleh BEM Perguruan Tinggi NU di Jombang bahwa kemiskinan terjadi karena orang tersebut malas bekerja. Tentu saja pernyataan ini tidak saja mengundang polemik bahkan juga gelombang protes dari masyarakat, apalagi pernyataan ini disampaikan oleh seorang ketua Parlemen dimana institusi tersebut banyak tersandung kasus Megakorupsi yang berlarut-larut. Ditambah lagi pernyataan yang dikeluarkan MA atas lontaran sebuah pertanyaan yang mengkaitkan relasi sebab akibat korupsi terhadap angka kemiskinan di Indonesia. Tidak cukup waktu semalam untuk membahas kualitas moral oknum tersebut berkaitan dengan pernyataannya itu. Maka saya akan memberikan sekedar analisa sederhana tentang siklus kemiskinan dalam sudut pandang komunisme.

Komunisme merupakan sebuah ideologi hasil dari pergulatan pemikiran Karl Marx dan Fredriech Engels dalam mengkritisi bentuk imperialisme Ekonomi Kapitalis.  Menurutnya kapitalisme adalah bentuk penghisapan yang dilakukan oleh pemilik modal (kapitalis) terhadap pekerjanya (proletar). Penghisapan ini terjadi ketika sang kapitalis merampas keuntungan dari hasil usaha yang dikerjakan oleh si proletar.

Karena menurut Marx dalam kegiatan ekonomi ada keterlibatan antara KAPITALIS sebagai pemilik alat produksi, ALAT PRODUKSI sendiri, KAPITAL aka bahan baku, BURUH aka proletar.  Dalam proses produksi sang kapitalis menyediakan alat produksi serta bahan baku untuk selanjutnya para pekerja dengan tenaga dan ketrampilannya menjalankan alat produksi sehingga menghasilkan produk jadi yang akan dijual dipasar. Untuk selanjutnya produk jadi tersebut akan memiliki nilai jual yang melebihi dari nilai bahan baku tersebut. Dimana selisih nilai jual dengan nilai bahan baku dipotong dengan biaya produksi termasuk biaya pemeliharaan alat produksi disebut NILAI LEBIH.

Marx berpendapat Nilai Lebih merupakan hak sepenuhnya para pekerja, padahal bagi penganut ekonomi Kapitalis Nilai Lebih merupakan keuntungan dari penjualan dimana hanya sebagianlah yang boleh diberikan kepada karyawan/buruh sebagai gaji. Untuk lebih mudah memahaminya saya akan berikan sebuah contoh sebagai berikut.

Ada sebuah industri pembuatan roti, Pak Haji Seno sebagai pemilik usaha tersebut telah membeli peralatan pabrik roti berikut tempat usaha dengan modal Rp. 100 juta. Untuk bahan baku roti dia kembali mengeluarkan modal Rp. 1 juta yang akan menghasilkan roti yang akan mendapatkan keuntungan bersih Rp. 1,5 jt. Dari 1,5 juta ini dia menyisihkan 500 ribu untuk mengembalikan modal alat produksi sehingga harapannya selama 200 kali produksi tersebut dia dapat mengembalikan modal itu atau bahkan menggantinya dengan mesin baru.

Lantas kemana sisa 1 juta keuntungan bersih itu untuk sekali produksi? Karena beliau menganut faham bagi hasil maka pak haji Seno membagi dua keuntungan tersebut 500 ribu untuk pekerja dan 500 ribu nya lagi tentu untuk pribadinya.

Hal inilah yang disebut karl Marx sebagai perampasan Nilai Lebih. Bagi Marx Pak Haji Seno tidak berhak terhadap uang yang 500 ribu itu, seharusnya beliau memberikan 1 juta penuh bagi karyawannya.

Lantas apa bagian Pak Haji Seno? Pak haji tersebut sudah mengambil bagiannya 500 ribu terdahulu yang ditabung untuk mengembalikan modal alat produksi, dimana setelah 200 hari dia bisa mengembalikan alat produksi dengan kondisi semula (dengan membeli baru).

Apa untungnya Pak Seno sebagai pengusaha aka Kapitalis?
Dalam sistem komunisme keuntungan yang diambil pak Haji Seno dengan membagi dua keuntungan itu adalah sebuah penghisapan.
Kenapa itu disebut penghisapan? Bukankah itu nilai yang wajar untuk seorang pengusaha malah ada pengusaha yang hanya memberikan sekian persen saja untuk kesehjateraan karyawannya.

Menurut Marx, buruh yang bekerja ibaratnya seperti mesin, mesin akan mengalami kerusakan, aus, degradasi fungsi dan penuaan. Begitu juga buruh, seorang pekerja akan mengorbankan waktu bersenang-senangnya, waktu bersantainya dengan melakukan pekerjaan dalam durasi waktu tertentu dimana itu adalah sebuah pengorbanan, selain itu seorang buruh akan mendonasikan tenaganya, kesehatannya, pikirannya, umurnya dan sisi kemanusiaannya untuk menjalankan alat produksi.

Alat produksi Pak Haji Seno bisa diperbaharui sebagaimana kondisi semula dengan membeli baru, dan seharusnya juga para pekerja itu diberikan fasilitas yang sama dengan mengembalikan kondisinya ketika dia belum mendonasikan tenaganya dalam proses produksi itu. Sang pekerja harus diberikan jaminan kesehatan, kesejahteraan sehingga bisa bereproduksi juga. Selain itu durasi waktu yang dikorbankannya harus digantikan dengan durasi waktu yang sama untuk melakukan kesenangan yang tertunda.

Berarti dalam komunisme tidak dikenal istilah pengusaha?
Dalam sudut pandang komunisme sang pemilik modal yang hanya menyediakan alat produksi lantas memperkerjakan orang lain untuk menjalankan alat produksinya sehingga menghasilkan produk jadi lalu dia mengambil keuntungan dari produk itu disebut sebagai pemalas yang merampok proletar, dan itu merupakan tindakan kriminal. Bila Pak Haji Seno menginginkan bagian dari nilai lebih itu dia juga harus tetap bekerja seperti karyawannya yang lain.

Kenyataan yang terjadi dalam sebuah sistem kapitalisme adalah ketika orang-orang seperti Pak Haji Seno mengambil NILAI LEBIH lalu menyisihkannya sedikit kepada para pekerjanya, sementara dia semakin menumpuk hartanya dilain pihak para pekerja hanya mendapatkan remah-remahnya Kapitalis.

Siklus ini berlangsung terus dan tak hanya terjadi pada kasus pak haji Seno saja tapi juga pada Pak haji lain, atau Pengusaha lainnya. Ketika peristiwa ini berlangsung dalam jangka waktu yang berkesinambungan maka jurang pemisah strata sosial antar kapitalis dan proletar yang terhisap ini semakin lebar dan dalam. Para pemilik modal akan memiliki banyak pekerja yang digaji murah, para pekerja yang banyak dan massal ini akan menghasilkan generasi yang massal juga. Sebaliknya para kapitalis akan semakin kokoh di menara gadingnya sendiri, membangun setiap keping dinding kerajaannya dari keringat para pekerja yang terus dihisap.

Tidaklah pantas label malas diberikan pada orang-orang yang dimiskinkan ini, harapan saya oknum berinisial MA punya nyali untuk mundur dari jabatannya, karena melukai 80 juta rakyat miskin di Indonesia.




Like This..?? Share This Article.......

0 komentar:

Posting Komentar

Followers

 
Copyright © 2011. Forzant Blog . All Rights Reserved.
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Template modify by Creating Website. Inspired from Maskolis